Monday, April 23, 2012

Mobil Pribadi Mulai Agustus

JAKARTA- Dirjen Minyak dan Gas Bumi, Evita Legowo mengatakan, pembatasan bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi, yang rencananya akan dilakukan pada Mei 2012 mendatang, masih sebatas dilaksanakan untuk mobil dinas pemerintah. Adapun mobil pribadi dengan kapasitas mesin 1.500 cc ke atas dilarang menggunakan premium berlaku Agustus 2012.
“Yang Mei itu kemungkinan mobil dinas dahulu, 60-90 hari kemudian baru wilayah Jabodetabek dan 40 hari kemudian baru diterapkan di Jawa-Bali,” kata Evita Legowo, Senin (23/4).
Evita menjelaskan, nantinya mobil di atas 1.500 cc akan dilarang menggunakan BBM bersubsidi. “1.500 cc kena, 1.400 tidak, hitungannya 1.500 cc ke atas, termasuk 1.501 cc, kalau 1.498 cc tidak,” katanya.
Menurut Evita, pembatasan BBM ini dilakukan untuk menekan laju konsumsi BBM bersubsidi yang diperkirakan akan mencapai 47 juta kiloliter jika pemerintah tidak melakukan apa-apa. “Diharapkan dengan pengendalian ini bisa turun menjadi 41-42 juta kl, tapi tergantung kapan mulai dan bagaimana disiplin pengguna BBM itu sendiri,’’ paparnya.
Menanggapi rencana tersebut, Wakil Gubernur Rustriningsih mengatakan, kebijakan itu tidak mudah diterapkan. Namun pihaknya siap melaksanakan jika hal itu sudah menjadi keputusan pemerintah pusat.
“Sepertinya tidak mudah untuk diterapkan. Tetapi kalau sudah menjadi keputusan pemerintah pusat, pemerintah provinsi harus melaksanakan,” kata Rustriningsih di Gubernuran, Senin (23/4).
Ditanya soal kesulitannya, Rustri meminta publik menunggu saja keputusan finalnya. “Belum final kan? Kami tunggu saja lebih pastinya itu,” ujarnya.
Dua Opsi
Kepala Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Provinsi Jateng, Teguh Dwi Paryono menyatakan penggunaan pertamax untuk kendaraan dinas otomatis membuat anggaran operasional membengkak. Menghadapi hal itu, pihaknya menyiapkan dua opsi, yakni pembatasan penggunaan kendaraan dinas untuk menghindari pembengkakan anggaran atau opsi kedua menambah anggaran melalui APBD Perubahan 2012.
Dari kedua opsi itu, alternatif pertama dinilai paling murah. Anggaran operasional mobil dinas akan dapat ditekan dengan membatasi operasional. “Hanya kendaraan dinas saja yang dibatasi, bukan aparaturnya. Dengan mengurangi volume penggunaan kendaraan dinas ini, maka tak membebani APBD,” kata Teguh.
Sementara itu, Menteri Energi Sumber Daya Mineral (ESDM) Jero Wacik mengakui untuk mengontrol mobil-mobil di atas 1.500 cc untuk tidak menggunakan BBM bersubsidi tidak mudah, karena banyak petugas SPBU yang tidak mengetahui jenis-jenis mobil. Namun, itu merupakan kewenangan BPH Migas dan kepolisian. BPH Migas akan merancang stiker yang tidak mudah dipalsukan, yang akan bekerja sama dengan Dinas Perhubungan dan Samsat.
“Stiker khusus agar jangan ditiru dan dipalsu,” katanya.
Program pembatasan BBM subsidi ini juga beriringan dengan upaya percepatan BBM ke bahan bakar gas (BBG). Selain menjamin pasokan gas untuk transportasi, juga membangun infrastruktur gas bumi SPBG di sejumlah daerah.
Jero mengakui, kendala utama konversi BBM ke BBG adalah rendahnya disparitas harga antara BBG dan BBM, sehingga masyarakat masih lebih menyukai memakai BBM berubsidi dibandingkan gas yang harganya hampir sama.
Terpisah, pengamat energi Reforminer Institute, Pri Agung Rakhmanto mengusulkan, lebih baik menggunakan pelat nomor dengan warna tertentu daripada identitas stiker mobil yang bisa dipalsukan. Pelat nomor dengan warna khusus ini resmi dikeluarkan dari kepolisian setelah pemilik kendaraan yang ditetapkan masih berhak mengonsumsi BBM bersubsidi dengan mengurus dan mendaftarkannya ke kepolisian. “Jadi, siapa pemilik kendaraan yang masih ingin tetap dapat mengonsumsi BBM subsidi harus mengurusnya terlebih dahulu ke kepolisian untuk mendapatkan pelat nomor yang baru dengan warna tertentu,” katanya.
Bagi pemilik kendaraan yang tidak mengurus, dia menambahkan, meskipun jenis kendaraannya sebenarnya masih berhak, tidak akan mendapatkan pelat nomor tersebut. Konsekuensinya tidak boleh mengonsumsi BBM subsidi.
Sementara itu, untuk stasiun pengisian bahan bakar umum (SPBU), terdapat jalur subsidi dan nonsubsidi dipisahkan dengan tanda atau tulisan yang jelas. “Ini relatif akan lebih sulit dicurangi atau dipalsukan dibandingkan hanya menggunakan stiker,” paparnya.
“Dengan sistem ini, kriteria juga bisa dikombinasikan tidak hanya cc, tetapi cc dan tahun produksi, sehingga argumentasinya bisa lebih kuat,” katanya. (bn,H68,J17-77)

--------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------
Sumber : Suara Merdeka
http://www.suaramerdeka.com/smcetak/index.php?fuseaction=beritacetak.detailberitacetak&id_beritacetak=184347

No comments:

Post a Comment