Mungkin sebagian dari kita familiar dengan
kata-kata semacam itu. Kalimat diatas adalah arti dari peribahasa bagaikan
makan buah simalakama yang dinyanyikan juga oleh penyanyi kondang pada masanya,
Rama Aipama.
Jangan sedih, kali ini kita nggak akan
membahas masalah lagu tersebut maupun penyanyinya kok. Yang mau di share kali
ini adalah bagaimana pemerintah kita dihadapkan pada situasi seperti itu pada
saat ini. Ya, dilema akan kebutuhan dan keharusan yang mengakibatkan dampak
negatif dan positif bagi rakyat dan negara kita tercinta ini.
Pemerintah sedang galau mempertimbangkan
bagaimanakah seharusnya keputusan yang harus diambil agar menghasilkan hasil
yang terbaik bagi semuanya. Pertimbangannya banyak dan rumit, dimulai dari
sumber pokok yaitu harga minyak dunia dari ICP yang naik hingga 50%,
sehingga APBN pemerintah membengkak disebabkan oleh subsidi BBM dan tercancam
defisit. Sedangkan yang menikmati subsidi BBM adalah malah mereka-mereka yang
tergolong mampu dan penyelundup. Gawat.
Selain itu, cadangan minyak bumi Indonesia
yang semakin sekarat dan diprediksikan bahwa 12 tahun ke depan akan habis,
sedangkan minyak bumi itu bukanlah sesuatu yang dapat diperbarui dan jumlah
populasi manusia yang serakah ini setiap
tahunnya semakin meningkat. Gawat.
Namun, apabila subsidi BBM dipotong, maka yang
terjadi adalah seperti efek domino. Bukan hanya masalah bahan bakar kendaraan yang
meningkat, namun bahan-bahan kebutuhan pokok pun ikut meningkat dan inflasi.
Gawat.
No comments:
Post a Comment