Sunday, April 8, 2012

"Dimakan ibu meninggal, Tidak dimakan Bapak meninggal"


Mungkin sebagian dari kita familiar dengan kata-kata semacam itu. Kalimat diatas adalah arti dari peribahasa bagaikan makan buah simalakama yang dinyanyikan juga oleh penyanyi kondang pada masanya, Rama Aipama.

Jangan sedih, kali ini kita nggak akan membahas masalah lagu tersebut maupun penyanyinya kok. Yang mau di share kali ini adalah bagaimana pemerintah kita dihadapkan pada situasi seperti itu pada saat ini. Ya, dilema akan kebutuhan dan keharusan yang mengakibatkan dampak negatif dan positif bagi rakyat dan negara kita tercinta ini.

Pemerintah sedang galau mempertimbangkan bagaimanakah seharusnya keputusan yang harus diambil agar menghasilkan hasil yang terbaik bagi semuanya. Pertimbangannya banyak dan rumit, dimulai dari sumber pokok yaitu harga minyak dunia dari ICP yang naik hingga 50%, sehingga  APBN pemerintah membengkak  disebabkan oleh subsidi BBM dan tercancam defisit. Sedangkan yang menikmati subsidi BBM adalah malah mereka-mereka yang tergolong mampu dan penyelundup. Gawat.

Selain itu, cadangan minyak bumi Indonesia yang semakin sekarat dan diprediksikan bahwa 12 tahun ke depan akan habis, sedangkan minyak bumi itu bukanlah sesuatu yang dapat diperbarui dan jumlah populasi  manusia yang serakah ini setiap tahunnya semakin meningkat. Gawat.

Namun, apabila subsidi BBM dipotong, maka yang terjadi adalah seperti efek domino. Bukan hanya masalah bahan bakar kendaraan yang meningkat, namun bahan-bahan kebutuhan pokok pun ikut meningkat dan inflasi. Gawat.

Menentukan keputusan yang terbaik adalah tanggung jawab pemerintah.Keputusan untuk mengurangi subsidi BBM merupakah hal yang paling mungkin dapat dilakukan untuk hasil jangka panjang dan pemerintah sedang menikmati buah simalakama-nya. 

No comments:

Post a Comment