Pemerintah mulai membatasi pembelian bahan bakar minyak (BBM) subsidi
melalui kebijakan pengendalian sistem distribusi dengan sistem
teknologi informasi. Kendaraan akan dibatasi konsumsinya berdasarkan
nomor Surat Tanda Nomor Kendaraan (STNK).
"Jadi ada database, di mana satu mobil tidak bisa bolak balik. Misal mengisi di SPBU A, kemudian mengisi di SPBU B tidak boleh. Ini menggunakan nomor STNK," kata Direktur Utama PT Pertamina Karen Agustiawan, Selasa (29/5/2012).
Karen menegaskan, saat ini, khusus di Kalimantan sudah ada 112 SPBU yang dilengkapi sistem teknologi informasi dan siap menjalankan pengendalian sistem distribusi. Pertamina menyebut sistem ini sebagai sistem POS (point of sales).
POS merupakan sistem yang akan mencatat semua transaksi BBM di SPBU. Identitas kendaraan dan pelanggan, dan merekam dengan akurat perilaku pembelian pelanggan baik volume, waktu, lokasi SPBU dan kewajaran pembelian.
Sementara itu, Menteri Energi Sumber Daya Mineral (ESDM) Jero Wacik belum bisa memastikan, kebijakan ini bakal berlaku 1 Juni mendatang bersamaan kebijakan penghematan energi lainnya atau tidak. "Besok (30/5/2012), kami akan rapat dengan Gubernur Kalimantan membahas ini," jelasnya.
Menyangkut soal batasan konsumsi BBM subsidi melalui kebijakan ini, Jero menyebutkan, nanti Gubernur yang menentukan besarannya. Kebijakan pengendalian sistem distribusi melalui sistem teknologi informasi bakal berlaku terlebih dulu di Kalimantan. Saat ini realisasi konsumsi BBM di Kalimantan telah melebihi kuota.
Potensi permintaan BBM di Kalimantan tahun ini sebenarnya mencapai sekitar 3,5 juta KL, yang terdiri dari 2 juta KL Premium, 1,2 juta KL Solar, dan 286 ribu KL Kerosene. Namun, kuota yang ditetapkan untuk daerah Kalimantan pada tahuni ni hanya sebesar 3.037.114 KL yang meliputi 1.600.399 KL Premium, 1.039.752 KL Solar dan 396.963 KL Kerosene.
Hingga 20 Mei 2012, penyaluran BBM bersubsidi di Kalimantan telah melampaui kuota rata-rata sekitar 12 persen, di mana Premium telah disalurkan sebanyak 21 persen di atas kuota, dan solar 10,2 persen di atas kuota.
"Jadi ada database, di mana satu mobil tidak bisa bolak balik. Misal mengisi di SPBU A, kemudian mengisi di SPBU B tidak boleh. Ini menggunakan nomor STNK," kata Direktur Utama PT Pertamina Karen Agustiawan, Selasa (29/5/2012).
Karen menegaskan, saat ini, khusus di Kalimantan sudah ada 112 SPBU yang dilengkapi sistem teknologi informasi dan siap menjalankan pengendalian sistem distribusi. Pertamina menyebut sistem ini sebagai sistem POS (point of sales).
POS merupakan sistem yang akan mencatat semua transaksi BBM di SPBU. Identitas kendaraan dan pelanggan, dan merekam dengan akurat perilaku pembelian pelanggan baik volume, waktu, lokasi SPBU dan kewajaran pembelian.
Sementara itu, Menteri Energi Sumber Daya Mineral (ESDM) Jero Wacik belum bisa memastikan, kebijakan ini bakal berlaku 1 Juni mendatang bersamaan kebijakan penghematan energi lainnya atau tidak. "Besok (30/5/2012), kami akan rapat dengan Gubernur Kalimantan membahas ini," jelasnya.
Menyangkut soal batasan konsumsi BBM subsidi melalui kebijakan ini, Jero menyebutkan, nanti Gubernur yang menentukan besarannya. Kebijakan pengendalian sistem distribusi melalui sistem teknologi informasi bakal berlaku terlebih dulu di Kalimantan. Saat ini realisasi konsumsi BBM di Kalimantan telah melebihi kuota.
Potensi permintaan BBM di Kalimantan tahun ini sebenarnya mencapai sekitar 3,5 juta KL, yang terdiri dari 2 juta KL Premium, 1,2 juta KL Solar, dan 286 ribu KL Kerosene. Namun, kuota yang ditetapkan untuk daerah Kalimantan pada tahuni ni hanya sebesar 3.037.114 KL yang meliputi 1.600.399 KL Premium, 1.039.752 KL Solar dan 396.963 KL Kerosene.
Hingga 20 Mei 2012, penyaluran BBM bersubsidi di Kalimantan telah melampaui kuota rata-rata sekitar 12 persen, di mana Premium telah disalurkan sebanyak 21 persen di atas kuota, dan solar 10,2 persen di atas kuota.
_____________________________________________________________________________________
Sumber: Kompas.Com
No comments:
Post a Comment