Ditengah polemik tentang harga BBM di tanah air, sering muncul pertanyaan mengenai apa yang sudah dilakukan pemerintah untuk menyediakan sumber energi alternatif, terutama sumber energi terbarukan (renewable energy).
Kebijakan yang diambil oleh Perdana Menteri Julia Gillard di Australia cukup menarik untuk dikaji. Mulai tahun 2012, Autralia menerapkan carbon tax berupa pajak tambahan bagi pihak-pihak yang dinilai boros menggunakan energi fosil baik itu minyak bumi maupun batubara.
Tujuannya adalah untuk menekan konsumsi energi fosil serta mendorong pengembangan sumber energi terbarukan. Hal ini dilakukan karena energi fosil akan semakin langka dan mahal serta menimbulkan polusi yang merusak lingkungan.
Sama seperti rencana kenaikan harga BBM di tanah air, kebijakan ini menjadi kontroversi yang hebat di Australia. Carbon tax menyebabkan ongkos produksi sebagian barang dan jasa meningkat.
Ujung-ujungnya harga barang dan jasa (termasuk listrik untuk rumah tangga) semakin mahal dan mendorong inflasi.
Namun demikian, Pemerintahan Julia Gillard bersikeras dengan kebijakan ini demi kepentingan jangka panjang rakyat Australia. Tanpa carbon tax, sulit bagi sumber energi alternatif untuk bersaing dengan energi fosil. Padahal di Australia tidak Ada subsidi BBM.
Harga bensin jenis paling murah kalau dirupiahkan sekitar Rp14.000-an. Bagaimana sumber energi alternatif bisa berkembang di Indonesia jika harga bensin tetap Rp 4.500?
Dana yang dikumpulkan dari carbon tax dialokasikan untuk mengompensasi kenaikan harga bagi rumah tangga dan untuk menyubsidi industri energi terbarukan.
Pemerintah berjanji untuk memberikan kompensasi kepada sekitar 90% rumah tangga terutama yang berpenghasilan rendah. Kompensasi tersebut berupa pemotongan pajak dan transfer uang tunai (mirip dengan BLT-nya Indonesia).
Terkait dengan energi terbarukan, selama ini Pemerintah Australia sebenarnya sudah memberikan subsidi kepada rakyatnya, misalnya subsidi utk memasang sumber listrik tenaga surya di rumah-rumah dan subsidi untuk memasang alat konversi gas pada kendaraan pribadi.
Namun hal ini dinilai tidak memadai. Dengan dana dari carbon tax, Pemerintah punya duit yang cukup untuk mendorong riset dan insentif bagi pengembangan industri energi terbarukan.
Untuk kondisi Indonesia, pada saat ini tidak mungkin meniru untuk menerapkan carbon tax. Namun jika Pemerintah dan DPR punya visi jangka panjang (bukan sekedar Pemilu 2014) terkait sektor energi, maka sebaiknya sebagian dana Subsidi BBM dialihkan untuk pengembangan sumber energi alternatif.
Misalnya subsidi untuk alat konversi gas terutama untuk kendaraan umum beserta pembangunan stasiun pengisian bahan bakar gas. selain itu juga subsidi untuk pembangunan pembangkit listrik tenaga surya, panas bumi, air, atau angin di daerah-daerah terpencil yang tidak terjangkau PLN.
Dengan kebijakan seperti ini maka hasil minyak bumi kita bisa di nikmati Oleh sebesar-besar kemakmuran rakyat, bukan hanya rakyat yang memiliki kendaraan bermotor.
Merdeka !!!
*Penulis adalah PhD Candidate, Victoria University, Melbourne Australia
Deni Ridwan
4 Dalgety St, Brunswick West, Melbourne
kangdeni@yahoo.com
+61433315374
--------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------
No comments:
Post a Comment