Bila kita telaah
akan banyaknya opini dan kejadian belakangan ini terkait rencana pemerintah
menyelamatkan APBN melalui kenaikan harga BBM, maka dapat ditarik secara
obyektif beberapa hal :
- BBM memegang peranan penting dalam kehidupan pribadi maupun kegiatan ekonomi. Ini terlihat dari semakin meningginya konsumsi BBM nasional. BBM dipakai untuk transportasi, industri, dan pembangkit tenaga listrik khususnya untyuk menggantikan fuel PLTG (gas) bila ada problem sumur lapangan migas, untuk PLTD luar Jawa dan kepulauan.
- BBM adalah sumber daya yang semakin langka dan oleh sebab itu semakin mahal. Ini dapat terlihat dari semakin terkurasnya cadangan minyak nasional sementara temuan baru nyaris tidak berarti. Ketatnya suplai minyak dunia membuat harga BBM di pasar internasional terus naik.
- Masyarakat Indonesia sudah terbiasa dengan “BBM murah” karena dimanja dengan subsidi pada harga jual BBM, bukan subsidi langsung kepada masyarakat kurang mampu. Malahan adanya ide untuk membagikan BBM dengan harga semurah-murahnya tentu kuranglah tepat karena akan terpakai secara boros oleh kalangan “masyarakat mampu”. Padahal BBM adalah sumberdaya tak terbarukan.
- Di masa lalu, bahkan subsidi BBM dinikmati juga oleh perusahaaan PMA yang beroperasi di Indonesia. Pada masa lalu, bersama dengan persepsi biaya buruh yang murah, maka energi murah juga menjadi daya tarik Indoenmsia di mata investor.
- Dengan naiknya harga ICP, maka defisit APBN karena subsidi BBM yang membengkak tinggi akan menyebabkan anggaran pembangunan tersedot alih untuk menutupi defisit tsb. Akibatnya pembangunan pun akan terganggu. Dan akan berpengaruh pada denyut nadi kehidupan ekonomi.
- Solusi atas sidang paripurna RAPBN-P 2012 kemaren itu tidaklah sepenuhnya menjawab permasalahan yang ada, tapi lebih merupakan kompromi. Karena dengan adanya keharusan klausal “baru bisa menaikan harga bila selama enam bulan ICP (Indonesia Crude Prices) melebihi 15% dari pagu 105 US$, akan menimbulkan beban yang masih terasakan berat”.Ini karena dalam klausal itu tidak menerangkan masalah kuota pemakaian BBM bersubsidi. Padahal dengan kenaikan ICP yang tinggi seperti sekarang (akibatnya terjadi perbedaan harga yang besar antara BBM subsidi dengan BBM di harga keekonomiannya. Dalam hal ini bandingkan misalnya premium bersubsidi yang harganya Rp.4,500 / liter dengan harga keekonomiannya tanpa subsidi di kisaran Rp. 8.400,- / liter), ini tentu bisa membawa dampak terjadi penyelewengan dan penyelundupan BBM bersubsidi tersebut ke luar negeri maupun kepada yang tidak berhak (industri ataupun mobil mewah).Akibatnya pemakaian BBM bersubsidi akan terlewatkan jatah kuotanya sebesar 40 juta kiloliter.
- Untuk itu, maka ide pembatasan pemakaian BBM maupun diversifikasi energi tetaplah menjadi hal penting untuk dipertimbangkan implementasinya.
Sebagai lanjutan
di atas, pertanyaan penting bagi kita semua, hak siapakah sebenarnya subsidi
BBM itu :
- Apakah hak semua rakyat Indonesia, baik yang kaya maupun kurang mampu?
- Apakah hak pengendara mobil pribadi, ataukan motor pribadi? Ataukah hak rakyat miskin melalui bantuan subsidi langsung. Di negara majupun banyak rakyat yang nganggur dibantu cash oleh pemerintahnya.
- Apakah layak, membengkaknya subsidi BBM sampai menggangu alokasi dana pembangunan itu layak dipertahankan kondisinya?
- Apakah adanya disparitas harga BBM subsidi dan non subsidi itu dibiarkan saja untuk dinikmati oleh para penimbun penyeleweng dan penyelundup?
No comments:
Post a Comment